Sang Putri seringkali bersedih karena sang Pangeran kerap melukai hatinya. Lalu Putri selalu berharap ada angin datang untuk menyejukan hatinya. Angin pun datang dan tak pernah keberatan untuk menghibur sang Putri. Saat Angin berhasil menyejukan hati sang Putri, Putri pun merasa senang hingga ia benar-benar lupa akan kesedihannya. Seringnya sang Putri merasa sedih, sering pula lah sang Angin datang untuk sekedar mnyejukan hati sang Putri. Canda dan tawa hampir selalu mengambil bagian yg paling banyak dalam pertemuan mereka. Angin tak dapat memungkiri. Jatuh cinta, tentu saja itu yang dialami olehnya kepada Sang Putri.
Namun sang Putri tak pernah peka bahwa Angin memiliki hati dan perasaan. Atau mungkin, tidak peduli.
Angin tak akan pernah bisa memiliki Sang Putri, karena Putri hanya mencintai sang Pangeran. Angin merasa kesal kepada sang Putri karena perasaannya tidak pernah dihiraukan. Angin memiliki hati yang rapuh, ya, rapuh, tak sekuat tiupannya melintasi benua dan samudera. Karenanya Angin tak ingin hati rapuhnya terus terkoyak oleh ketidak pedulian sang Putri. Maka ia memutuskan untuk pergi, pergi sejauh dan setinggi yg bisa ia capai dan tak ingin lagi memenuhi panggilan kesedihan sang Putri. Dalam hati rapuhnya, Angin bersumpah, "Semoga kau abadi dengan kesedihanmu Putri, dan tak ada angin lain yang dapat menyejukkan hatimu".